(Cerpen) Bukan Gerobak Lee Myung-bak


Tidak terkira hidup begitu mudah berubah, bagi Allah bukan sesuatu yang sulit menerbitkan matahari dari tempat yang bukan biasanya—dari arah Barat, padahal persoalan itu begitu besar, sepanjang bumi dihamparkan tidak pernah matahari terbit dari tempat yang bersebrangan, selalu dari arah Timur namun suatu waktu Dia akan merubah dengan begitu mudah. Oleh karena itu apalah artinya merubah jalan hidup seorang hamba, bukankah itu sesuatu yang sangat kecil. Seperti dalam dunia baris-berbaris, ketika Sang Pencitpa mengomandokan balik kanan sontak hidup kami berbalik arah seratus delapan puluh derajat. Hendaknya peristiwa ini menjadi pelajaran, bagaimana seharusnya menggunakan harta, jabatan, kecantikan rupa dan berbagai kenikmatan lain yang galibnya dijadikan alasan untuk memegahkan diri, mengingat semuanya hanya titipan yang dapat diambil kapan saja.

Berawal dari kejadian tiga tahun yang lalu ketika  kembalinya ayah kepada pelukan Yang Esa. Ibu yang telah tiga puluh tahun bahagia di samping ayah tidak pernah menemui ayah menyembunyikan wanita lain di hidupnya padahal bila mau ayah tak perlu mencari, mereka akan datang dengan sendirinya menawarkan diri menjadi wanita simpanan atau istri muda. Selama itu pula kehidupan ibu sebagai istri nyaris sempurna karena ayah sangat menyayangi dan menjamin kebahagiannya, bagi ayah rumah adalah istana yang dihuni bidadari surga. Ibu tidak menyangka akan ditinggalkan begitu cepat dan tidak bisa menerima kenyataan pahit ini,  kenangan manis bersama ayah terus mengusik emosinya yang tidak stabil dan membuatnya kehilangan kendali kemudian larut dalam album tiga puluh tahun pernikahannya sehingga tidak ada lagi kami dalam hidupnya. Dokter mengatakan ibu menderita skizofernia sebuah penyakit kejiwaan yang disebabkan tekanan mental, membuat emosinya meledak tak terduga kemudian bertingkah membahayakan orang lain. Tak jarang adik bungsuku menjadi bulan-bulanan kemurkaannya, ibu memaki takdir yang merampas suaminya. Kerajaan yang dibangunya bersama ayah perlahan-lahan menyusut setelah sebagian besar digondol rekan bisnis ayah, waktu itu aku belum mengerti apa-apa sehingga tidak bisa menyelamatkan warisan ayahku. Hingga tinggal rumah yang kami tempati, satu-satunya harta yang tersisa, dan aku tidak berniat untuk menjualnya atau menukarkannya ke rumah yang lebih kecil, karena rumah yang kami tempati sekarang pun sudah demikian kecil setelah beberapa kali merosot—jual kemudian beli kemudian jual lagi kemudian beli lagi yang lebih kecil, uang sisanya digunakan untuk memastikan dapur tetap mengepul dan adik-adik tetap sekolah juga terus berikhtiar mengobati ibu.

Aku, anak laki-laki yang lahir pertama kali setelah empat belas tahun ibu dan ayah menunggu—kemudian  disusul oleh dua adik perempuanku yang sekarang sedang duduk di bangku SMP dan adik terkecil seorang laki-laki berumur tiga tahun, bertanggung jawab mengembalikan kebahagian mereka yang hilang. Ayah dan ibu mengasuh kami dengan penuh cinta kasih, membimbing dan menyiapkan masa depan kami dengan sungguh-sungguh, aku sendiri telah memiliki cita-cita tinggi karena begitu lah ayah selalu menasihatiku “Mau apapun ayah yakin kamu bisa mendapatkannya. Otak yang dihadiahkan Tuhan  kepada manusia melebihi ajaibnya kantong doraemon yang sering kamu tonton, darinya bisa keluar apapun yang kamu mau seperti pesawat yang keluar dari otaknya Wright bersaudara. Ruang gerak kita begitu luas hanya langit yang membatasi. Apa kamu tau dimana batas langit?” Hingga sekarang aku terus menjejali otakku dengan isi buku; sastra, politik, sains, islam, ekonomi—semuanya aku suka, namun yang paling aku gemari adalah membaca untuk[AS1]  mengikuti isu-isu global. Isu favoritku adalah isu global yang muncul di awal tahun 2006 yang kemudian berkembang menjadi polemik internasional, berawal dari kesembronoan kartunis asal Denmark—Kurt Westergaard yang berkooperasi dengan Jyllands Posten—koran lokal di Denmark. Sepertinya mereka tidak pernah mengira karikatur Nabi Muhammad SAW yang dimuatnya akan mencetuskan malapetaka di bangsanya. Sebenarnya sebelum kemelut kartun ini bergulir ke arena perdebatan tingkat internasional, beberapa Dubes termasuk Dubes Indonesia secara kolektif telah menggelindingkan protes diplomatik kepada Pemerintah Denmark namun setelah melakukan serangkaian usaha pemerintah Denmark tetap tidak menanggapi, akhirnya para diplomat tersebut mengadukan hal ini pada pemerintah pusat masing-masing.  Sebagai ganjarannya: Bisnis perusahaan-perusahaan Denmark di Timur Tengah ambruk karena pemboikotan produk-produk Eropa. Denmark harus kehilangan duta besar Arab Saudi dan Suriah di negaranya. Para demonstran di Najaf dan Irak berunjuk rasa sambil membakar bendera Denmark. Di Iran para demonstran menyeruduk Kedutaan Besar Denmark, sementara pemerintahnya melarang importasi dan memutuskan pertalian dagang.

Setumpuk rencana telah aku susun di dreamwall-ku; kursus ini itu, kuliah di universitas favorit dalam dan luar negeri, menulis artikel untuk dimuat di media cetak internasional, membangun kerajaan bisnis mondial, mengikuti UKM kampus ini itu, saling berkirim surat dengan orang-orang berpengaruh di dunia,  dan masih banyak rencana-rencana manis lainnya. Namun ketika ayah meninggal  aku harus putus sekolah alhasil aku hanya mengantongi ijazah SMP, pada saat itu aku merasa seperti pohon yang sedang berusaha tumbuh menerobos bumantara lantas seketika badai meruntuhkanku dengan paksa. Tetapi aku masih memiliki harapan pada tiga adikku, aku yakin mereka memiliki cita-cita yang tidak kalah tinggi dariku, semangat dan tidak akan mengecewakanku. Aku mengambil keputusan ini karena menurutku—pada saat itu berumur tiga belas tahun tanpa bimbingan dari orang dewasa, merupakan keputusan paling tepat. Jika aku melanjutkan sekolah itu berarti aku hanya bisa bekerja di malam hari konsekuensinya uang yang didapatkan hanya cukup untuk makan saja adik-adikku tidak bisa melanjutkan sekolah itu pun kalau dagangannya laku dan adik terkecilku tidak ada yang melindungi dari ‘bidasan’ ibu karena memang tidak ada sanak saudara terdekat yang bisa aku titipi. Ibu adalah anak tunggal sementara ayah memiliki satu saudara kandung namun tinggal jauh dari kotaku, kedua orang tua mereka telah meninggal sejak mereka sama-sama kuliah di sebuah universitas terkenal di negeri ini, mereka adalah teman karib di suatu organisasi kampus kemudian memutuskan untuk hidup bersama dalam ikatan pernikahan. Aku tidak berniat menghancurkan masa depan adikku dengan dibesarkan dalam asuhan penuh kekerasan yang memungkinkan merusak perkembangan psikologisnya.

Sejak adik bontotku masih bayi kami belum berubah agenda; dari pagi  aku menjaga ibu dan adikku di rumah sampai adik perempuanku pulang sekolah kemudian mereka akan menggantikan tugasku dan memasak untuk makan malam kami sementara aku akan mengumpulkan barang bekas untuk dijual, saat malam hari setelah azan magrib sampai pukul dua puluh aku menjaga ibu dan adikku sambil istirahat sementara kedua adik perempuanku diharuskan pergi ke masjid untuk menimba ilmu agama bersama anak-anak lainnya aku tidak ingin mereka tumbuh tanpa bimbingan agama dan akhlak awut-awutan. Aku sadar sebagai satu-satunya laki-laki dalam keluarga yang telah dikatakan memiliki akal sempurna walaupun dipaksa dewasa sebelum waktunya aku bertanggung jawab atas mereka. Setelah mereka pulang mengaji  aku akan membuat keripik bayam pedas untuk dititipkan ditoko-toko terdekat, kedua adik perempuanku bergantian belajar dan berjaga sampai ibu dan adik termuda kami tertidur pulas dibuai mimpi indah.

Sebagai manusia biasa aku tidak tersiah dari rasa jenuh, prustasi dan putus asa apalagi ketika melihat ‘penyakit’ ibu kambuh, aku memekik dalam hati mengapa ibu tidak memedulikan kami, mengapa ibu tidak bertahan dan membiarkan kesedihan memperdayai ibu. Berulang kali aku mencoba mengakhiri penderitaan dengan tambang dan menenggak racun namun berulang kali juga lukisan kedua adikku yang selalu semangat dan ceria pergi ke sekolah walau tanpa mengantongi uang jajan dan adik bontotku yang berbinar-binar matanya selalu berkelebat dipikiranku kemudian menyelamatkanku dari tindakan yang dimurkai Allah SWT.

Aku ingin memiliki andil dalam perubahan dunia namun kebahagian keluarga adalah prioritasku saat ini. Setiap hari aku menyisir seluruh tempat yang sering dituding sebagai agen penyebar penyakit. Mendorong gerobak di tengah-tengah teriknya matahari, dinginnya hujan, terkadang kuatnya embusan angin menumbangkan pohon-pohon yang aku lewati. Gerobak yang telah menjadi bagian hidupku ini memang bukan gerobak Lee Myung-bak yang menjemput pundi-pundi uang untuk membiayai kuliah kemudian secara bertahap dengan usaha keras lainnya mengantarkan dia pada jabatan tertinggi di pemerintahan—Presiden Korea Selatan, namun keinginanku masih terpahat hebat di hati sanubariku, aku percaya setiap orang harus memiliki cerita yang berbeda. Aku akan tetap bergerak mewujudkan rancana-rancana besarku dan tetap berdiri tegak melindungi keluargaku bagaimana pun caranya, namun yang kutahu Allah selalu menunjukan jalan terbaik untuk hambanya yang bersungguh-sungguh. Salam pada teman-teman seusiaku yang duduk manis di mimbar ilmu, jangan membuat kami—yang merindukan pendidikan akademis semakin panas melihat tingkah kalian mencabuli seragam sekolah. Hari ini tidak penting bagiku menyebutkan siapa namaku karena orang-orang tidak akan ada yang tahu, akan tetapi aku berharap kemudian hari orang-orang akan mengenaliku walau aku tidak  memperkenalkan diri.

Ringkasan
Aku ingin memiliki andil dalam perubahan dunia namun kebahagian keluarga adalah prioritasku saat ini. Setiap hari aku menyisir seluruh tempat yang sering dituding sebagai agen penyebar penyakit. Mendorong gerobak di tengah-tengah teriknya matahari, dinginnya hujan, terkadang kuatnya hembusan angin menumbangkan pohon-pohon yang aku lewati. Gerobak yang telah menjadi bagian hidupku ini memang bukan gerobak Lee Myung-bak yang menjemput rezeki untuk membiayai kuliah kemudian secara bertahap dengan usaha keras lainnya mengantarkan dia pada jabatan tertinggi di pemerintahan—Presiden Korea Selatan, namun keinginanku masih terpahat hebat di hati sanubariku, aku percaya setiap orang harus memiliki cerita yang berbeda. Salam pada teman-teman seusiaku yang duduk manis di mimbar ilmu, jangan membuat kami—yang merindukan pendidikan akademis semakin panas melihat tingkah kalian mencabuli seragam sekolah. Hari ini tidak penting bagiku menyebutkan siapa namaku karena orang-orang tidak akan ada yang tahu, akan tetapi aku berharap kemudian hari orang-orang akan mengenaliku walau aku tidak  memperkenalkan diri.






Comments

Popular posts from this blog

10 Potret Mama Rieta dan Suami, Kakek Nenek Rafathar yang Selalu Mesra

Gemas Nan Memikat! 10 Potret Adu Gaya Amora dan Arsy saat Acara Resmi

9 Potret Stylish Dian Pelangi Momong Bayi, Desainer Top Emang Beda!