SOCIAL CHANGES IN ASIA: Mengkaji Dampak Perubahan Sosial di Asia yang Terjalin Untuk Menenun Permadani Asia Baru
SOCIAL CHANGES IN ASIA
Disusun Oleh:
SANTI RIZKI SOPIANTI
NPM. 21021040063
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
Abstrack
The history of Asia in the past seven or
eight decades has been one of the most dramatic transformations. In the middle
of the last century, all the things seen from Asia were violence and chaos;
prospects and futures are the most gloomy and uncertain. From the 1930s to the
1960s, many regions of Asia were caught in war, revolution, or famine, all this
chaos almost paralyzed any prospect of economic development. However, during
this period of war and despair, another revolution began to take place in Asia,
something that continues into the next forty years and generates a rate of
economic growth that will bring East and Southeast Asia in the fastest revenue
ramp. But when the attention of the world and Asia is focused on economic
growth, there is a larger and more fundamental question raised about the
broader dimension of development. Most obviously, Asia's transformation of
economic uncertainty into financial excellence is bound to change the way of
life and goals of Asians. How does wealth affect the lives of Asians, how does
its growth strategy, its attention to education, state action and market
economy affect and transform individuals and society. What significant and
fundamental changes are emerging from the new economic forces, and how are
these changes 'intertwined for the New Asian tapestries.' This essay tries to talk about social change
taking place in Asia and
examines its impact on urbanization and urban growth, the growth of middle
class, the evolving status of women, the presence of threatened families, and
the role of religion.
Keyword: Asia, East Asia, South Asia, Southeast
Asia, Social Changes in Asia
Mengkaji Dampak Perubahan
Sosial di Asia yang Terjalin Untuk Menenun Permadani Asia Baru
Santi Rizki Sopianti
Program Studi Ilmu
Perpustakaan
Fakultas Ilmu Komunikasi
PENDAHULUAN
Sejarah Asia
dalam tujuh atau delapan dekade terakhir telah menjadi salah satu transformasi
yang sangat dramatis. Sampai krisis keuangan baru-baru ini, peningkatan ekonomi
di kawasan Asia dari pemain miskin hingga pemain utama, sepanjang masa satu
generasi, tidak kalah ajaibnya. Oleh karena itu, bukan hal yang berlebihan
apabila istilah ‘Asian Miracle’ menjadi istilah yang paling sering digunakan
untuk menggambarkan kisah sukses kawasan Asia. Namun, bagi mereka yang ingin
mengetahui sejarah perjalanan sukses Asia, ada satu hal yang perlu dikatakan
bahwa sejak setengah abad yang lalu, kawasan ini memang siap untuk lintasan
pertumbuhan dan perkembangan. Di pertengahan abad yang lalu, semua hal yang tampak
dari Asia hanyalah kekerasan dan kekacauan; prospek dan masa depannya paling
suram dan tidak pasti. Dari tahun 1930-an
hingga 1960-an, banyak wilayah di kawasan Asia yang terjebak dalam perang,
revolusi, atau kelaparan. China, selama periode itu, harus bertahan dalam tiga
kekacauan ini.
Tahun 1945,
negara paling modern dan progresif di Asia yaitu Jepang, dijatuhi bom atom di
kota Hirosima pada tanggal 6 Agustus, lalu tiga hari kemudian bom atom kembali
meledak di kota Nagasaki, akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Kaisar Hirohito
menyerah kepada sekutu, hal ini menjadi tanda runtuhnya pertahanan Jepang dalam
Perang Pasifik dan runtuhnya sistem monarki di Jepang. Keadaan Jepang pada saat
itu benar-benar hancur, dan kemalangan Jepang tidak hanya sampai di situ,
setelah kalah dalam Perang Pasifik, kemudian Jepang dicengkram oleh kebijakan
Amerika Serikat yang menambah kesengsaraan Jepang dan menimbulkan kekacauan dalam
berbagai bidang, ini terjadi selama pendudukan Amerika Serikat di Jepang pada
tahun 1945 sampai 1952. Kegaduhan juga terjadi di China, pada tahun 1946-1949
tercetus perebutan tahta oleh Partai Komunis China dari kerajaan Koumintang,
perang saudara ini menimbulkan kekacauan dalam berbagai bidang dan menumbangkan
jutaan nyawa. Begitu pun dengan Semenanjung Korea, terjerumus dalam peperangan
yang berlangsung selama tiga tahun (1950-1953). Konflik yang dilatarbelakangi
perbedaan ideologi dan isu perbatasan ini telah menjadi awal mula terpecah belahnya Korea menjadi dua
bagian yakni Selatan dan Utara.
Sejarah Asia
Tenggara juga tidak jauh berbeda. Konflik Indo-China berlangsung lama dari
tahun 1945 sampai 1980 yang melibatkan bangsa Francis dan Amerika. Di
Indonesia, sebuah kudeta yang gagal pada tahun 1965 menyebabkan pertumpahan
darah yang menewaskan ratusan ribu orang. Kemudian pada tahun 1970-an timbul
kudeta militer yang dilakukan oleh Jendral Lon Nol di Kamboja yang menybabkan
Khmer Merah semakin mendapat simpatisan dan sekaligus menegaskan status mereka
sebagai penguasa baru, semasa rezim ini berkuasa, sekitar 1/5 rakyat Kamboja harus
tewas akibat kombinasi dari bencana kelaparan, penyakit, dan pembantaian sistematis,
di sisi lain Kmer Merah juga sangat gencar mengincar dan memberantas para
intelektual di negaranya. Khmer Merah mencoba mengubah Kamboja menjadi negara
pertanian murni dengan cara memaksa jutaan rakyatnya menjadi buruh tani, dan
menolak penggunaan teknologi modern supaya bisa menjadi negara mandiri yang
tidak tergantung pada dunia luar.
Peperangan, ketidakstabilan
politik dan kekacauan sosial yang melanda kawasan Asia sampai tahun 1960-an
hampir melumpuhkan setiap prospek pembangunan ekonomi. Bahkan Jepang, negara
terkaya di Asia yang telah melakukan moderenisasi selama hampir satu abad,
hanya bisa membanggakan pendapatan per kapita yang seperdelapan dari jumlah
penduduk Amerika. Korea Utara dan Taiwan tidak jauh lebih baik dari kekayaan
negara Afrika.
Namun, selama
periode peperangan dan keputusasaan ini, revolusi lain mulai terjadi di Asia,
sesuatu yang berlanjut hingga tiga puluh tahun ke depan dan menghasilkan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan membawa Asia Timur dan Asia Tenggara
dalam kenaikan pendapatan tercepat. Jepang memimpin dalam pertumbuhan ekonomi
di Asia, sejak tahun 1960-1965, Jepang memasuki periode pertumbuhan yang pesat.
Infrastruktur ekonomi secara aktif mulai dikembangkan untuk mendukung industri
yang dijalankan. Jepang mampu bangkit kembali dalam waktu relatif singkat, negara-negara
lain seperti Jerman dan Italia selaku negara yang kalah dalam Perang Dunia II,
mengalami masa-masa sulit berkepanjangan dan membutuhkan waktu lama untuk
bangkit kembali, pertumbuhan ekonomi Jepang ini berpengaruh terhadap
keseimbangan dalam sistem pemerintahan Jepang. Dalam dua dekade berikutnya,
Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura menyusul, urutan ekonomi
masing-masing negara meningkat dua kali lipat setiap delapan tahun, dari tahun
1960 sampai 1985. Momentum di kawasan Asia semakin meningkat, negara-negara
lain pun segera menyusul kebangkitan negara-ngara ini—Malaysia, Thailand,
China, dan Indonesia—semuanya mulai menarik diri dari keterpurukan pada akhir tahun
1970-an. Kemudian pada tahun 1990an, perekonomian negara ini—Korea Selatan,
Taiwan, Malaysia, China dan Indonesia—termasuk diantara tiga belas negara di
dunia yang paling sukses meningkatkan pendapatan rill dalam tiga puluh tahun
terakhir. Apa makna prestasi ini? Makna prestasi yang sebenarnya adalah bahwa
dalam kurun waktu dua puluh tahun, antara tahun 1970 dan 1990, jumlah orang yang
sangat miskin di Asia Timur menurun dari 400 juta orang menjadi 180 juta
orang—sungguh pertumbuhan ekonomi terbesar dalam sejarah. Seperti yang dicatat
oleh seorang penulis “pada tahun 1990,
hanya sepuluh persen orang Asia Timur yang hidup dalam apa yang disebut
kemiskinan absolut, dibandingkan dengan seperempat orang Amerika Latin,
setengah dari orang Afrika hitam. Dan ini mulai menyebar ke Asia Tenggara
dengan hasil yang luar biasa”.
Sementara
perhatian dunia dan Asia terfokus pada pertumbuhan ekonomi, sekarang ada pertanyaan
yang lebih besar dan lebih mendasar yang diajukan mengenai dimensi pembangunan
yang lebih luas. Yang paling jelas, tranformasi Asia dari ketidakpastiaan
ekonomi menjadi keunggulan finansial pasti akan mengubah cara hidup dan tujuan
orang Asia. Bagaimana kekayaan mempengaruhi kehidupan orang-orang di Asia?
Bagaimana startegi pertumbuhannya, perhatiannya pada pendidikan, kebijakan negara
dan ekonomi pasar, mempengaruhi dan mengubah individu dan masyarakat? Hasil
pengamatan segera menunjukan bahwa ‘kemajuan
ekonomi...adalah kekuatan penting yang membentuk suatu kawasan... juga
memperngaruhi perubahan politik dan sosial’. Perubahan signifikan dan
medasar apa yang muncul dari kekuatan ekonomi baru, dan bagaimana
perubahan-perubahan ini ‘terjalin untuk menenun permadani Asia Baru?’ Essay ini
mencoba berbicara tentang perubahan sosial yang terjadi di Asia dan mengulas
beberapa dampaknya terhadap wilayah dan masyarakatnya.
URBANISASI DAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN
Walaupun
pedesaan masih mendominasi lanskap fisik Asia, pertumbuhan kota barangkali
menjadi salah satu transformasi fisik yang paling terlihat dan signifikan yang
telah mucul di kawasan Asia dalam empat dekade terakhir. Sebuah penelitian
menunjukan bahwa pusat-pusat perkotaan tumbuh dengan kecepatan tinggi di Asia.
Pada tahun 1970, Asia memiliki delapan pusat kota yang berpenduduk lebih dari
lima juta orang. Dua puluh tahun kemudian, ada 31 pusat kota semacam itu, dan
diperkirakan pada tahun 2020, kota-kota metropolitan di Asia akan menjadi rumah
bagi 2.4 miliar penduduk. Hampir setengah negara-negara di Asia telah mengikuti
tren ini. Di Malaysia, misalnya, tiga perempat penduduknya tahun 1970-an
tinggal di pedesaan. Pada tahun 1990-an, hampir lima puluh persen penduduknya
adalah penduduk kota. Seperti yang diperkiran oleh seorang menteri di Asia, “urbanisasi dalam skala ynag belum pernah
terjadi sebelumnya akan berlangsung di seluruh Asia, yang melibatkan dua miliar
orang”.
Pertumbuhan
kota membawa serta perubahan sosial yang sepadan—munculnya teknologi modern,
dan masyarakat kelas menengah yang sedang berkembang, keduanya didorong oleh
kemajuan dengan apa yang disebut ‘economic
boom’ (ledakan ekonomi). Gedung pencakar langit yang membentang dari
Beijing sampai Jakarta adalah simbol munculnya Asia dan mewakili kemajuan kota,
modernitas dan keadaan yang baik. Namun sebagaimana hukum alam berlaku, selalu
ada sisi positif dan negatif yang timbul dari suatu perubahan, ada sisi lain
yang muncul dari pertumbuhan kota di Asia yang tiada henti. Daya tarik
kehidupan modern merembes hingga ke pedesaan, pusat-pusat kota menggunakan
undian magnetik yang tidak dapat dielakan oleh para petani yang berusaha
melepaskan diri dari kekerasan di ladang. Pemukiman kumuh kemudian muncul
sebagai wajah modernitas dan perkembangan. Diperkirakan saat ini, ada 13 kota di Asia
yang memiliki populasi lebih dari sepuluh juta jiwa, menciptakan masalah yang
tidak pernah terjadi sebelumnya, membuat para perencana penataan kota menjadi kebingungan.
Dan saat kota-kota sedang bergegas mengatasi arus masuk orang-orang dari daerah
pedesaan, dengan cepat kota meluas hingga ke wilayah pinggiran dan dengan
demikian terjadilah pembangunan perkotaan yang tidak manusiawi. Sepeti yang
diamati oleh sebuah jurnal ternama di Asia:
Masalah yang
terkait dengan pesatnya laju urbanisasi paling banyak terlihat di kota-kota
Asia Selatan. Di Bangladesh, misalnya, tingkat urbanisasi sangat tinggi,
sekitar tujuh persen per tahun. Hal ini telah meningkatkan populasi perkotaan
di Bangladesh meningkat secara signifikan, sekitar seperempat dari keseluruhan
populasi. Faktor penggerak utama dalam urbanisasi di negara-negara ini adalah
migrasi penduduk pedesaan—terutama disebabkan oleh faktor kemiskinan di
pedesaan dan faktor daya tarik (harapan kesempatan kerja di kota). Pertumbuhan
penduduk miskin kota, dan perkembangan pemukiman kumuh dan pemukiman liar,
telah menyebabkan kemunduran lingkungan fisik. Seringkali, masyarakat miskin
kota terpengaruh oleh air kotor, fasilitas sanitasi yang tidak memadai,
pengumpulan dan pembuangan limbah padat dan beracun yang tidak mencukupi, dan
polusi udara.
Masalah
urbanisasi dan pertumbuhan kota tidak hanya menimpa negara-negara berkembang
yang miskin. Masalahnya sama parahnya dengan negara ekonomi naga. Berikut
adalah laporan dari Lembaga Kebijakan Lingkungan dan Sosial di Korea:
Seoul memiliki 12 juta orang,
seperempat dari populasi Korea, seperempat dari uversitas Korea, dan
menghasilkan 40% pajak nasional. Seoul adalah jantung dan otak Korea untuk
fungsi ekonomi dan pasar. Seoul memiliki sejarah 600 tahun sebagai ibu kota;
Namun kota raksasa ini memiliki karakterisitik pertumbuhan ekonomi nasional
yang sangat pesat yang hanya dicapai dalam waktu 30 tahun, vitalitas kota yang
sedang boomimg dan situasi yang membingungkan. Dalam satu generasi, penduduk
Seoul telah berkembang hingga tiga kali lipat, jumlah mobl meningkat 160 kali
lipat. Karena sebagian besar sumber daya ekonomi dan budaya terkonsentrasi di
Seoul, kebijakan pemerintah untuk desentralisasi penduduk tidak banyak
membantu. Selama pertumbuhan pesat ini, masalah perkotaan yang tidak terkendali
telah muncul. Dalam situasi ini, penataan kota di Seoul akan difokuskan pada
perluasan fasilitas kota. Sejumlah besar sumber daya dan perencanaan tata
laksana dicurahkan untuk membangun infrastruktur, termasuk rumah, sekolah,
jalan, saluran air dan limbah...(dan ini) telah membuat kota yang padat menjadi semakin padat, dan
masyarakat kota kelas miskin terpinggirkan sepeti di kota-kota Asia lainnya.
Masalah yang
terkait dengan urbanisasi sangatlah banyak, dan banyak diantaranya adalah
masalah urbanisasi yang sangat parah. Namun, di seantero Asia, meski bermasalah,
trennya tidak dapat diubah lagi. Bukan saja kehadiran fisik kota menjadi
semakin nyata, tapi juga budaya urban, yang manifestasi utamanya adalah
munculnya teknologi modern, ledakan informasi, dan kemunculan kelas menengah
yang berkembang pesat yang sedang menenun permadani Asia Baru.
PERTUMBUHAN MASYARAKAT KELAS MENENGAH
Namun di sisi
lain pertumbuhan kelas menengah di Asia membawa banyak masalah juga. Kemacetan
lalu lintas dan polusi udara terjadi dimana-mana di seluruh kota di Asia,
karena banyaknya jumlah mobil dan bentuk kendaraan bermotor lainnya yang tidak
terkendali. Masalah lingkungan lainnya adalah pembuangan limbah padat yang
tercipta karena lebih banyak orang yang memiliki uang lebih untuk dibelanjakan
pada barang konsumsi. Begitu pun dengan masalah kesehatan, tidak terlepas dari
masalah pertumbuhan kelas menengah ini, beberapa penyakit yang muncul seiring
dengan pertumbuhan kelas menengah di Asia diantaranya; obesitas, penyakit
jantung, diabetes, kolesterol, dan lain-lain.
KEBANGKITAN STATUS PEREMPUAN
Dengan
pertumbuhan ekonomi, urbanisasi dengan perubahan norma dan adat istiadat yang
bersamaan, posisi perempuan di Asia juga telah mengalami perubahan yang
signifikan. Hal ini terbukti terutama di tempat kerja, dimana jutaan wanita
tidak hanya terlihat berpartisipasi melainkan juga turut mempengaruhi. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa di Asia Tenggara saja, telah terjadi peningkatan
partisipasi wanita hingga 15% dalam angkatan kerja sejak tahun 1970. Perempuan Asia menjadi lebih
percaya diri, ambisius, tegas, dan telah membuat terobosan signifikan hingga ke
bidang pekerjaan yang secara tradisional didominasi oleh laki-laki. Di
Singapura, jumlah manajer wanita meningkat tiga kali lipat dalam kurun waktu
satu dekade, tahun 1990 sampai 2000-an. Dan di Thailand jumlahnya telah
meningkat lima kali lipat sejak dua puluh tahun yang lalu. Keunggulan wanita
Asia dalam politik diwakili oleh Indira Ghandi, Corazon Aquino, Benazir Bhutto,
Chandrika Kumaratunga dan Khaledia Zia—mereka menunjukan bahwa wanita Asia
telah melakukan terobosan signifikan di bidang yang biasnya didominasi oleh
laki-laki. Namun demikian, masih banyak masalah keterbelakangan wanita lainnya,
khususnya di Asia Selatan, perempuan masih menghadapi perjuangan berat dalam
memperjuangkan hak-hak mereka.
STRUKTUR DAN HUBUNGAN KELUARGA YANG TERANCAM
Dalam masyarakat
yang semakin terbuka dan bergerak cepat, keluarga inti juga menjadi terancam, terutama
akibat konflik perkawinan dan perpisahan, kesulitan keuangan, perzinaan dan
kenakalan remaja. Komitmen terhadap keluarga semakin mengkhawatirkan, terlihat
dari banyaknya perceraian dan pemberontakan remaja. Perkembangan lembaga
kesejahteraan dan rumah untuk orang tua membuktikan melemahnya unit terkecil
dari masyarakat yaitu keluarga. Belum lama ini, sebagai pengakuan atas
kekhawatiran orang tua yang terbengakalai, pemerintah Singapura mengumumkan
undang-undang yang memungkinkan orang tua untuk menuntut dukungan finansial
dari anak-anaknya yang sudah dewasa.
PERAN AGAMA
Menariknya, sebagai
kawasan yang sedang bergulat dengan modernisasi, pertumbuhan dan perubahan
sosial, agama telah menegaskan dirinya sebagai modernisasi dan materialisme
bertentangan dengan nilai dan kepercayaan. Dengan kata lain, agama telah
menjadi semakin kuat selama perkembangan ekonomi di Asia, kultus agama terus
menarik ratusan ribu pengikut. Seorang akademisi Amerika menejelaskan
kebangkitan agama di Asia sebagai berikut:
[agama] membantu orang berpegang
pada nilai tradisional mereka, seraya membantu mereka mengatasi tuntutan
kenyataan ekonomi baru yang memilukan yang telah mengubah masyarakat kota yang
statis menjadi kota-kota besar yang berdenyut.
Sebuah studi
yang dilakukan di Burma untuk menggambarkan dasar pemikiran negara-negara Asia
Tenggara dalam memilih negara sekuler menyatakan, tampaknya Burma telah mengkonfirmasi dakwaan
Gunnar Myrdal terhadap agama di bagian Asia sebagai "kekuatan yang luar
biasa untuk inersia sosial" dan dengan demikian menjadi penahan laju modernisasi
di kawasan ini. Ringkasan survei tentang pandangan negara-negara di Asia
Tenggara yang bervariasi dalam konteks agama, tampaknya mengkonfirmasi pendapat
penelitian yang dilakukan di Burma ini, yang secara dramatis dicontohkan di
Burma-bahwa jika negara-negara Asia Tenggara "dimodernisasi," juga
demikian "sekularisasi" itu sendiri, akankah tujuan atau sasaran
modernisasi dapat direalisasikan.
PENUTUP
Pengamatan apa
saja yang bisa dilakukan seseorang tentang perjalanan Asia di abad yang lalu?
Jelas, Asia saat ini adalah dunia dimana perjuangan ideologis telah membawa
Asia pada pergaulan pasar global, Asiaweek menyebutnya “the end of politics”. Sekarang, perekonomian di Asia adalah
kekuatan yang terus bergerak. Orang Asia saat ini tidak lagi berbicara tentang
anti-kolonialisme, nasionalisme dan komunisme; pembahasan yang dibicarakan
orang Asia saat ini adalah membangkitkan globalisasi, membangun ruang personal,
menciptakan peluang dan menciptakan kerajaan bisnis demi masa depan yang mapan
secara finansial.
Namun, ini
tidak berarti orang Asia, terutama kaum mudanya, apatis secara politis, dan
acuh tak acuh terhadap urusan sipil. Aktivisme sosial dan politik sangat hidup
dan banyak organisasi non-pemerintah yang berkomitmen terhadap isu lingkungan,
membantu masyarakat miskin dan mengendalikan penyebaran AIDS telah berkembang
secara signifikan. Menariknya, LSM terbesar di Korea Selatan adalah Koalisi
Warga untuk Keadilan Ekonomi yang beranggotakan 70.000 anggota, dan tugasnya
adalah untuk membantu mewujudkan transparansi yang lebih besar terhadap sistem
politik negara tersebut dengan menghasilkan serangkaian data yang komprehensif
mengenai kegiatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
ALFREDO G, PARPAN, S.J. t.thn. “MODERNIZATION AND
THE SECULAR STATE IN SOUTHEAST ASIA .” 245-255. http://www.asj.upd.edu.ph/mediabox/archive/ASJ-10-02-1972/parpan-modernization%20secular%20state%20southeast%20asia.pdf
Angga Asitama P, et al.
2012. KONFLIK DI SEMENANJUNG KOREA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEAMANAN
INTERNASIONAL. Artikel Ilmiah, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Arland Thornton, Thomas
E. Fricke. 1997. “Social Change and the Family: Comparative Perspectives from
the West, China, and South Asia .” SociologicaFl orum Volume 2 Number 4 746-779.
Edwards, Charles
Hirschman and Jennifer. t.thn. “Social Change in Southeast Asia.” George
Ritzer, ed. The Blackwell Encyklopedia of Sociology Vol. 9:4374-4380
4374-4380.
Kamarudin, Aisha Bibi
Binti. 2015. “Sejarah Tercetusnya Perang Saudara di China (1946-1949).” E-Proceeding
of the International Conference. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.
715-719.
2015. Khmer Merah,
Kelompok Penuh Darah dari Kamboja. 25 September . Diakses Februari 26,
2018. http://www.re-tawon.com/2015/09/khmer-merah-kelompok-penuh-darah-dari.html.
Teguh Prasetiyo, et al.
2015. “Kebangkitan Jepang Pasca Pendudukan Amerika Serikat Tahun 1952-1964.” Artikel
Ilmiah Mahasiswa 1-12.
Yong, Tan Tai. 2001.
“Social Changes in Asia.” Social Changes in Asia and Europe in the Age of
Globalisation, Desember : 13-20.
Comments
Post a Comment